Pesan Produk Sekarang
Dalam banyak sisi kehidupan, siklus selalu ada sebagai suatu sistem pergiliran, demikian juga dalam dunia perfilman kita....
The Raid, harapan baru perfilman Indonesia. (Istimewa)The Raid sebagai sebuah karya film,
diakui atau tidak merupakan salah satu motif yang bisa memicu
bangkitnya kembali gairah perfilman Indonesia, khususnya di ranah film
bergenre laga. Dan karenanya, selain menimbulkan kepercayaan diri di
kalangan sineas berjiwa laga, juga mendorong semangat masyarakat
pebeladiri buat ikut andil dalam kebangkitan kembali era film laga
Indonesia ini. Bahkan kalangan sineas indie pun tak mau ketinggalan
untuk ikut serta dalam gairah baru ini. Dan yang lebih menggembirakan
adalah, bahkan masyarakat pebeladiri juga aktif berkiprah di dunia film,
mempertunjukkan kesanggupannya sebagai salah satu faktor pendukung yang
sangat penting dalam proses produksi film-film laga. Maka dengan
sinergi ketiga unsur itu, diharapkan perfilman Indonesia tidak hanya
bangkit kembali dari tidur panjangnya, tapi juga sanggup mendobrak
benteng dominasi film laga asing, dan sekaligus menjadi tuan rumah yang
membanggakan di negeri sendiri.
Film inilah yang menjadi era kebangkitan film laga berkualitas. (Istimewa)Dari
kalangan pebeladiri, telah lahir sebuah film laga panjang yang digarap
secara indie oleh Hidetora Pictures, “Tears of Vengeance” A.K.A. Airmata
Dendam. Sedangkan dari Jawa Timur, dari tangan sineas asal Wlingi juga
telah lahir film laga indie berjudul “Sakti”. Kedua film tersebut saat
ini sedang dalam tahap penyuntingan. Di luar dua film tersebut, mungkin
ada film-film indie lain yang sedang atau sudah diproduksi, namun kurang
dipromosikan.
Berikut ini adalah tulisan dari pebeladiri yang kini juga berkiprah
sebagai sineas indie, yang merasa antusias dengan gelombang pasang
perfilman kita akibat sukses The Raid. Silakan diikuti.
The Raid, Kebangkitan Film Aksi (Silat) Indonesia
(Disertai Sejarah Singkat Perfilman Nasional)
Tulisan ini saya buat pada bulan Februari 2012 di ‘note’ akun Facebook, dan merupakan awal ‘euforia’ terhadap film The Raid (Gareth Evans).
Karya ini sudah masuk dalam buku yang berjudul ‘The Raid with Perantau
Fans Book’. Karena saya tidak memegang buku itu, maka tulisan
‘master’nya sengaja saya masukkan di TNOL – Portal Komunitas
(www.tnol.co.id), dengan harapan agar semakin banyak pihak yang tergugah
‘hatinya’ dan lebih perduli dengan dunia perfilman nasional kedepannya.
Berikut ulasannya dan semoga banyak pembaca TNOL menyukainya.
Film Si Buta Dari Gua Hantu versi jadul merupakan legenda kebangkitan film laga nasional jaman dahulu. (Istimewa)Kalau
Anda bertanya, film Indonesia apakah yang sangat ditunggu-tunggu oleh
para pencinta "action freaks" di dunia dan Indonesia saat ini? Hanya ada
satu jawaban, Serbuan Maut A.K.A. The Raid. Satu-satunya film
aksi dalam sejarah perfilman Indonesia, yang bisa menembus pasar
Hollywood, dan dibeli hak edarnya oleh Sony Pictures Classic, serta
ingin di “remake” juga. Belum lagi sekuelnya yang berjudul Berandal, yang baru akan dibuat tetapi dengan yakin pihak Sony Pictures Classic telah pula membeli hak edarnya.
Selain itu juga, inilah satu-satunya film Indonesia yang “berani”
menggandeng musisi internasional, seperti Mike Shinoda (Linkin Park) dan
Joseph Trapanase, untuk membuat ‘music score’nya. Adapun untuk
perilisan di Indonesia, pada tanggal 23 Maret 2012 nanti, musik skornya
dibuat oleh Fajar Yuskemal dan Aria Prayogi, dan pada tanggal 21 Maret
2012, PT. Merantau Films (perusahaan yang memproduksi Merantau dan The Raid) akan mengadakan Gala Premiere di Bioskop XXI Epicentrum, Jakarta.
Bagi
penulis, keberuntungan dan usaha keras Iko Uwais menjadi ikon laga baru
pernah dialami oleh Barry Prima saat membintangi film Jaka Sembung.
(Istimewa)Ada 3 trailer resmi yang beredar di Youtube, yaitu The Raid versi internasional (dengan musik skor dari Mike Shinoda), The Raid versi Indonesia (dengan musik skor dari Fajar Yuskemal dan Aria Prayogi), dan The Raid: Redemption (versi internasional kedua yang lebih keren). Semua trailernya bagus, tetapi yang paling bagus adalah The Raid: Redemption. Di trailer terakhir ini, teman-teman Facebook akan menjumpai pernyataan-pernyataan seperti dibawah ini:
“From the company that brought you Crouching Tiger Hidden Dragon and Kungfu Hustle”
“Best action movie in decades.” – Ryland Aldrich, Twitch Film.
“Action movies don’t get much more exciting or inventive.” – David Rooney, The Hollywood Reporter.
“Spectacular. Incredible. Exhilarating.” – Robert Koehler, Variety.
Tutur Tinular 'jadul' adalah 'side effect' betapa bombastisnya perfilman laga kala itu. (Istimewa)Film
yang disutradarai oleh Gareth Evans dan diproduseri oleh Ario Sagantoro
ini, oleh pihak Sony Pictures Classic disejajarkan dengan dua film
sukses, seperti Crouching Tiger Hidden Dragon (Ang Lee), dan Kungfu Hustle (Stephen
Chow). Tidak hanya itu saja, para kritikus dunia, seperti Ryland
Aldrich, David Rooney, dan Robert Koehler, sangat memuji kualitas film
ini, baik secara adegan aksi maupun sinematografinya. Bahkan, menurut
saya pribadi, film Jelangkung (Rizal Mantovani), yang sempat
menghebohkan Asia Tenggara itupun lewat, dan tidak menutup kemungkinan
film ini akan lebih sukses, dibandingkan dua film yang penulis maksud di
atas.
Prestasi-prestasi di dunia dan di Indonesia membuat "hype" film ini
sangat luar biasa, dan berikut ini adalah sederet prestasi yang
dimaksud:
1. Winner (Best Midnight Madness Film – People’s Choice Award) Toronto Film Festival (2011).
2. Official Selection Sundance Film Festival (2012).
Saur
Sepuh 5 adalah satu-satunya film nasional yang saat itu bisa
mengimbangi invasi 'Wong Fei Hung' di jagad bioskop nasional ketika itu.
Film yang ke 5 ini merupakan seri Saur Sepuh yang penggarapannya paling
baik. (Istimewa)3. Official Selection SXSW Film Festival (2012).
4. Winner (Best Action Film) Baliwood (2011).
5. Winner (Best Action Film) INAFF 2011 (Indonesia International Fantastic Film Festival).
6. Official Selection SITGES 2011 (International Fantastic Film Festival).
7. Official Selection Busan International Film Festival 2011.
8. Official Selection Fright Festival 2012.
9. Winner (Best Film – Dublin Film Critics) Dublin Film Festival 2012.
10. Official Selection Glasgow Film Festival 2012.
11. Official Selection Moma ND/NF Film Festival 2012.
Dari
kiri ke kanan (Alm. Bastian Tito, Herning Sukendro). Kita tahu betapa
jayanya Sinetron Wiro Sableng kala itu. Kemanakah Ken Ken sekarang?
(Istimewa)Dari ajang festival seperti di atas, tidak
jarang ketika selesai pemutaran film ini, para penonton memberikan
“standing ovation”, sebagai wujud apresiasi dan antusiasme. Bahkan di
Twitter, film ini menjadi “trending topic” di berbagai negara, seperti
Jerman, Kanada, dan lain-lain. Tetapi sungguh ironi, di negeri sendiri
masih banyak yang belum mengetahui sepak terjang The Raid ini di
dunia. Maka dari itu, saya sebagai salah satu penggemar sejati film ini,
dan juga atas nama anggota resmi ‘The Raid with Perantau’, akan
membantu mempromosikannya lewat Facebook. Kepada mereka yang saya
“summon”, mohon bantuan “like and share”nya sebagai bentuk “support”,
dan terima kasih sebelumnya kepada teman-teman sekalian, atas waktunya
membaca tulisan saya yang jauh dari sempurna ini (murni karya saya).
Kuldesak, sebuah film omnibus yang berkualitas dan menandai awal kebangkitan perfilman nasional dari 'mati suri'. (Istimewa)Banyak
film Indonesia yang masuk ke dalam berbagai festival film dunia. Dalam
sejarahnya, film Indonesia yang sempat berjaya di Festival Film Asia
Pasifik, Seoul, Korea Selatan pada tahun 1973 adalah Pendekar Bambu Kuning (1971),
dan almarhum Ahmad Suratno (Ratno Timoer) diganjar sebagai Aktor
Terpopuler di Asia. Sebuah prestasi yang membanggakan, dan kebanyakan
generasi muda Indonesia saat ini tidak mengetahui sejarah ini. Sedangkan
film Silat Indonesia yang berjaya di kandang sendiri, cukup banyak,
yaitu Si Buta dari Gua Hantu (1970), Si Buta Dari Gua Hantu: Sorga Yang Hilang (1977), Si Buta dari Gua Hantu: Duel di Kawah Bromo (1977).
Daun
Diatas Bantal, sebuah film drama berkualitas yang mendapatkan
penghargaan internasional dan menandai awal kebangkitan perfilman
nasional dari 'mati suri'. (Istimewa)Kemudian menyusullah Jaka
Sembung Sang Penakluk (1981), Si Buta Lawan Jaka Sembung (1983), Jaka
Sembung vs Bergola Ijo (1983), Golok Setan (1984), Bajing Ireng &
Jaka Sembung (1985), Mandala Dari Sungai Ular (1987), Saur Sepuh: Satria
Madangkara (1987), Saur Sepuh II: Pesanggrahan Keramat (1988), Saur
Sepuh III: Kembang Gunung Lawu (1988), Saur Sepuh IV: Titisan Darah Biru
(1991), Saur Sepuh V: Istana Atap Langit (1992), Tutur Tinular I:
Pedang Naga Puspa (1989), Tutur Tinular II: Naga Puspa Kresna (1991),
Tutur Tinular III: Pendekar Syair Berdarah (1992), Tutur Tinular IV:
Mendung Bergulung Diatas Majapahit (1992), Jampang (1990), Angling
Dharma 2: Pemberontakan Batik Madrim (1992), Walet Merah (1993), dan lain-lain.
Petualangan
Sherina, film drama keluarga yang berhasil 'menyedot' pemirsa Indonesia
untuk berbondong-bondong ke bioskop. (Istimewa)Sangat
banyak film aksi (silat) Indonesia yang laris manis bak kacang goreng
dari era 70 sampai 90-an, dan tidak sedikit memunculkan bintang-bintang
ternama, seperti Barry Prima, Advent Bangun, Fendy Pradana, Agus Kuncoro
Adi, Herning Sukendro (Ken-Ken: Sinetron laga Wiro Sableng),
Baron Hermanto, Devi Permatasari, Murti Sari Dewi, Willy Dozan, Candi
Satrio, Lam Ting, Tony Hidayat, Johan Saimima, dan lain-lain.
AADC,Pelopor 'genre' drama percintaan remaja yang bombastis. (Istimewa)Kejayaan
film-film silat Indonesia era tahun 1970–1990, terusik oleh kebijakan
pemerintah yang memberikan keleluasaan film-film impor masuk ke tanah
air, setelah sekian lama dilindungi oleh pemerintah, dan membuat peluang
ini dimanfaatkan oleh para pebisnis. Banyak dari mereka beralih
orientasi dan berlomba-lomba mendirikan stasiun TV swasta.
Jelangkung, pelopor film dengan 'genre' horror yang diakui kualitas nya di Asia. (Istimewa)Secara
bertahap, bagaikan cendawan di musim hujan, muncullah stasiun-stasiun
TV swasta lain, yang menurut hemat penulis, sedikit banyak mempengaruhi
perfilman silat nasional. Kehadiran mereka turut berpartisipasi dalam
mengarahkan selera masyarakat. Di samping itu juga, memang terjadi
penurunan kualitas dari perfilman Indonesia itu sendiri. Memang betul,
film-film dengan genre horror dan "buka-bukaan" sudah mulai eksis di era
60 – 80-an, namun dominasi mereka di akhir era 80-an membuat kondisi
film tanah air menjadi tidak sehat alias "sakit". Sehingga masyarakat
menjadi "jengah" dan bosan, mereka membutuhkan suasana baru dan
mengharapkan inovasi dari para PH (Production House) akan film-film
berkualitas. Akhirnya, kondisi perfilman kita "mati suri". Ini memang
sudah takdir, penulis tidak bermaksud menyalahkan pihak-pihak tertentu.
Dari sejarah ini, setidaknya para sineas kita bisa mengambil pelajaran,
agar tidak terjadi "mati suri" episode kedua di dunia perfilman
Indonesia.
AAC, pelopor 'genre' drama percintaan 'religius'. (Istimewa)Bangkitnya perfilman nasional dari "mati suri", dimulai dengan "genre" drama. Secercah harapan kembali, ketika film Daun Diatas Bantal (1998), dan Kuldesak (1998), menunjukkan kualitasnya di dunia. Lalu, gairah para sineas untuk membuat film menguat, dan muncullah Petualangan Sherina (2000) dan Ada Apa Dengan Cinta (2002) yang fenomenal itu. Kemudian "genre" horror dimulai dengan film yang mampu membuat penontonnya "sport jantung", yaitu Jelangkung (2001). Akhirnya dua genre ini saling bertarung selama bertahun-tahun. Film-film seperti Ca Bau Kan (2002), Pocong 2 (2006), Arisan (Nia Dinata) , Janji Joni (Joko Anwar), Berbagi Suami (2006), Kuntilanak (2006), Laskar Pelangi (2008), Ayat-Ayat Cinta (Hanung Bramantyo), dan Fiksi (2008), adalah bukti-bukti pertarungan dua genre tersebut.
Quickie Express, pelopor 'genre' komedi yang mengarah ke 'esek-esek'. (Istimewa)Sedangkan
untuk "genre" komedi, yang akhir-akhir ini melenceng ke arah
"buka-bukaan", sejujurnya penulis kurang tahu pasti kapan dimulainya.
Hanya Quickie Express (2007), dan Kawin Kontrak (2008), yang sempat penulis dengar gaungnya.
Untuk "genre" drama aksi, kita pernah disuguhi Ekspedisi Madewa (2006), 9 Naga (2006), dan Serigala Terakhir (2009). Namun dunia sempat heboh ketika Merantau (2009) mendapatkan apresiasi positif di ajang festival-festival film dunia.
Rumah Dara, film thriller slasher pertama Indonesia yang membuat decak kagum penonton dunia. (Istimewa)Disusul lagi dengan film "slasher" pertama di Indonesia, yaitu Rumah Dara (Mo
Brothers), yang memancing decak kagum penonton dunia terhadap kualitas
film-film Indonesia. Ibarat siang yang berganti malam, kadang di atas
kadang di bawah, setiap "genre" film ada masa jaya dan masa
penurunannya. AADC adalah pelopor drama percintaan remaja, Jelangkung pelopor horror, Ayat Ayat Cinta pelopor drama religius, dan Merantau pelopor film aksi. Para pelopor ini sengaja penulis pilih karena fenomenal.
Merantau, menandai kebangkitan awal 'genre' aksi laga di Indonesia. (Istimewa)Nampaknya, sejarah film aksi (silat) yang sempat berjaya pada masa silam akan kembali terulang dengan kehebohan Merantau
(Gareth Evans). Kepiawaian Iko Uwais dan Yayan Ruhian bermain Silat
Harimau di film ini, membuat nama silat dilirik dan menjadi buah bibir
di Eropa. Karena "hype" masyarakat Eropa begitu besar paska kesuksesan Merantau,
dan dampak positifnya adalah Edwel Yusri Dato Rajo Gampo Alam – Ahli
Silat Harimau, sering diundang ke Eropa untuk mengadakan seminar tentang
silat pada umumnya, dan Silat Harimau pada khususnya (sebenarnya,
sebelum Merantau diproduksi, beliau juga sudah sering mengikuti berbagai ajang festival di Eropa untuk memperkenalkan silat).
Modus Anomali,membuktikan bahwa sineas Indonesia bisa 'bertarung' dengan sineas luar negeri. (Istimewa)Semuanya
memiliki giliran, semua ‘genre’ ada momentumnya. Sekarang adalah era
dimulainya film aksi berkualitas Indonesia. Dan film yang
digadang-gadang akan “Box Office” di Indonesia serta dunia adalah The Raid.
Keberhasilan dan kesungguh-sungguhan Iko Uwais (Pesilat), Yayan Ruhian
(Pesilat), Joe Taslim (Judoka), Donny Alamsyah, dan Ray Sahetapy,
membuat film ini sarat akan aksi laga yang memikat dan lekat dekat unsur
“gore”. Walaupun akting aktor watak Ray Sahetapy kurang banyak, tetapi
penampilannya sebagai sosok antagonis benar-benar ‘seseram’ Tusuk Jelangkung (2003).
Sekadar informasi, film ini akan dibuat trilogi oleh Gareth Evans dan
untuk film kedua, di pasar internasional kemungkinan judulnya akan
diganti menjadi berbahasa Inggris. Untuk pasar USA sendiri, judul ‘The
Raid’ diberi embel-embel “Redemption”. Mungkin, untuk sequelnya judulnya
akan menjadi The Raid: Retaliation.
Selain Iko Uwais, Yayan Ruhian, dan Joe Taslim. Ternyata Indonesia memiliki IMD Verdy Bhawanta. (Istimewa)Tetapi
saya pribadi berpendapat, film ini ada sedikit kekurangan. Saya merasa,
apabila film ini untuk adegan aksinya diberi bumbu gerakan-gerakan Extreme Martial Arts,
seperti gerakan Volland Humonggio (Tarung), atau IMD Verdy Bhawanta
A.K.A. Galo De Ouro (Pirate Brothers), yang cukup porsinya, maka hanya
ada satu kata untuk film ini, yaitu "perfect!". Atau setidaknya, untuk
para musuh di film ini, ada beberapa musuh yang piawai memiliki jurus
kaki yang dinamis, maka tambah lagi satu kata untuk film ini, yaitu
"fantastic!". Maka dengan lantang saya katakan, "Ong-Bak 1 (2004), dan Tom Yoom Goong (2005) itupun habis".
Harapan saya, untuk Berandal, formulanya sama dengan The Raid, tetapi
adegan aksinya agar lebih "eye catching", dapat diramu dengan XMA, agar
Iko Uwais Cs benar-benar kewalahan dalam membela kebenaran. Ini sedikit
saran dari saya, sebagai movigoers film-film Martial Arts, dan
juga sebagai praktisi yang jauh dari kata "ahli". Namun, perlu saya
peringatkan, bahwa film ini adalah film aksi kelas berat. Film ini tidak
saya sarankan bagi penakut, memiliki riwayat sakit jantung, darah
tinggi, stroke, dan lain-lain. Oh ya, film ini juga tidak cocok bagi
wanita hamil dan menyusui (ha ha ha... becanda, teman-teman) dan hanya
cocok bagi yang sudah dewasa (17 tahun keatas maksud saya).
Semoga para sineas anak negeri terinspirasi untuk membuat film aksi
berkualitas, tidak hanya jago kandang, tapi juga bisa invasi ke dunia.
Bila ada sineas dari luar negeri, seperti Gareth Evans, begitu
menghargai budaya Indonesia sehingga mengapresiasinya dalam suatu film,
maka tentunya saya yakin sineas ‘Anak Negeri’ juga mampu melakukan itu.
Ayo, tonton film Indonesia yang berkualitas, di bioskop-bioskop
kesayangan Anda!
+ komentar + 3 komentar
Bagi tante2 kesepian ,siap nemenin ni pin e 5D42CDF6 .malang batu
Untuk ibu2 atau tante yang butuh teman silakan hub saya.bagi yang serius.saya tinggal di jawa timur.
Trima kasih...
Bagi gadis,tante2,janda kesepian ,siap nemenin ni pin e 5D42CDF6 .malang batu,blitar,kediri (khusus wanita)
Posting Komentar